Senin, 14 Maret 2011

ASAS-ASAS HUKUM ISLAM


PENDAHULUAN
Perbuatan masyarakat islam yang terdapat dalam perbuatan pidana, perdata yang mekiputi perkawinan, muamalah, perkawinan diatur dalam setiap hukum yang meliputi asas itu sendiri.
Sesuatu hal yang paling mendasar dari tiap hukum tercantum dari asas itu sendiri, sehingga kita perllu mengetahui pengertian asas itu terlebih dahulu agar diketahui kejelasnnya.
Asas dalam hukum islam terbagi menjadi dua, yaitu asas umum yang mencantum segala ketentuan semua hukum dalam islam itu sendiri. Dan asas khusus yang meliputi asas dalam hukum pidana, muamalah, kewarisan. Pernikahan, dan kewarisan. Asas umum itu sendiri meliputi asas keadilan yang selalu ditegaskan dalam islam untuk selalu ditegakkan dalam kehidupan masyarakat. Asas kepastian hukum dan asas kemanfaatan juga terdapat didalamnya.
Asas khusus itu sendiri seperti asas legalitas dalam hukum pidana, asas suka sama suka dalam hukum muamalah, asas individual dalam hukum kewarisan, dan asas kekeluargan dalam hukum perkawinan, dan masih banyak lagi asas khusus itu sendiri. Karena itulah dalam hal ini akan dijelaskan lebih lanjut dalam bab-bab selanjutnya dalam makalah ini.

ASAS-ASAS HUKUM ISLAM
A. Pengertian
Asas berasal dari kta asasun yang artinya dasar, basis, pondasi. Secara terminologi asas adalah landasan berpikir yang sangat mendasar. Jika dihubungkan dengan hukum, asas adalah kebenaran yang digunakan sebagai tumpuan berpikir dan alasan berpendapat, terutama dalam penegakan dan pelaksanaan hukum. Asas hukum berfungsi sebagai rujukan untuk mengembalikan segala masalah yang berkenaan dengan hukum.
B. Beberapa Asas Hukum Islam
Menurut Tim Pengkajian Hukum Islam Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman bahwa asas hukum islam terdi-ri dari (1) bersifat umum, (2)lapangan hukum pidana, (3) lapangan hukum perdata. Mengenai asas-asas hukum yang lain seperti lapangan tata negara, internasional dan lain-lain tidak disebutkan dalam laporan mereka.
Asas-asas umum
a. Asas keadilan
Dalam al quran, kata ini disebut 1000 kali. term keadilan pada umumnya berkonotasi dalam penetapan hukum atau kebijakan pemwrintah. Konsep keadilan meliputi berbagai hubungan, misalanya; hubungan individu dengan dirinya sendiri, hubungan antara individu dan yang berpekara serta hubungan-hubungan dengan berbagai pihak yang terkait. Keadilan dalam hukum islam berarti keseimbangan antara kewajiban dan harus dipenuhi oleh manusia dengan kemammpuan manusia untuk menuanaikan kewajiban itu.
Etika keadilan; berlaku adil dlam menjatuhi hukuman, menjauhi suap dan hadiah, keburukan tyergesa-gesa dalam menjatuhi hukuman, keputusan hukum bersandar pada apa yang nampak, kewajiban menggunakan hukum agama.

b. Asas kepastian hukum
Dalam syariat Islam asas ini disebut قبل ورود النص لاحكم لأفعال العقالاء artinya sebelum ada nas, tidak ada hukum bagi perbuatan orang-orang yang berakal sehat. Bahwa pada dasarnya semua perbuatan dan perkara diperbolehkan. Jadi selama belum ada nas yang melarang, maka tidak ada tuntutan ataupun hukuman atas pelakunya. Dasar hukumnya asas ini ialah QS Al Isro' 15 ;

وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولا
"…. Dan kami tidak akan menyiksa sebelum kami mengutus seorang rasul."

c. Asas kemanfatan
Asas kemanfaatan adalah asas yang mengiringi keadilan dan kepastian hukum tersebut diatas. Dalam melaksanakan asas keadilan dan kepastiann hukum hendaknya memperhatikan manfaat bagi terpidana atau masyarakat umum. Contoh hukuman mati, ketika dalam pertimbangan hukuman mati lebih bermanfaat bagi masyarakat, misal efek jera, maka hukuman itu dijatuhkan. Jika hukuman itu bermanfaat bagi terpidana, maka hukuman mati itu dapat diganti dgengan denda.
Asas-asas hukum pidana
a. Asas legalitas
Asas legalitas maksudnya tidak ada hukum bagi tindakan manusia sebelum ada aturan. Asas legalitas ini mengenal ini juga asas teritorial dan non teritorial. Asas teritorial menyatakan bahwa hukum pidana islam hanya berlaku di wilayah di mana hukum islam diberlakukan.
b. Tidak berlaku surut
Hukum pidana Islam tidak menganut sistem berlaku surut ( عدم رجعية العقوبة ) artinya sebelum adanya nas yang melarang perbuatan maka tindakan seorang tidak bisa dianggap suatu jarimah, sehingga ia tidak dapat dijatuhi hukuman. Dasar hukum dari asas ini ialah { عَفَا اللَّهُ عَمَّا سَلَفَ } ، { قُلْ لِلَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ يَنْتَهُوا يُغْفَرْ لَهُمْ مَا قَدْ سَلَفَ } bahwasannya Allah SWT mengampuni perbuatan yang telah lalu, Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu: "Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi sesungguhnya akan berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah tenhadap) orang-orang dahulu ."
Tetapi ada pengecualian tidak berlaku surut, karena pada jarimah-jarimah yang berat dan sangat berbahaya apabila tidak diterapkan berlaku surut. seperti halnya; jarimah qozf, jarimah hirabah (perampokan, terorisme). Jika kedua jarimah berlaku hukum tidak berlaku surut, maka banyak kekacauan dan fitnah pada masyarakat.
c. Bersifat pribadi ( خصوصية العقوبة )
Dalam syariah Islam hukuman dapat dijatuhkan hanya kepada orang yang melakukan perbuatan jinayah dan orang lain ataupun kerabatnya tidak dapat menggantikan hukuman pelaku jinayah. Al quran telah menjelaskan dalam QS al an'am 164 ;
قُلْ أَغَيْرَ اللَّهِ أَبْغِي رَبًّا وَهُوَ رَبُّ كُلِّ شَيْءٍ وَلَا تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ إِلَّا عَلَيْهَا وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ مَرْجِعُكُمْ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
. Katakanlah: "Apakah Aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan."
d. Hukum bersifat umum
Hukuman harus berlaku umum maksudnya setiap orang itu sama dihadapan hukum (equal before the law) walaupun budak, tuan, kaya, miskin, pria, wanita, tua, muda, suku berbeda. Contoh ketika masa Rasulullah ada seorang wanita yang didakwa mencuri, kemudian keluarganya meminta Rasulullah membebaskan dari hukuman. Rasulullah dengan tegas menolak perantaraan itu dengan menyatakan "seandainya Fatimah Binti Muhammad mencuri, ikatan keluarganya tidak dapat menyelamatkannya dari hukuman hadd".
e. Hukuman tidak sah karena keraguan
Keraguan di sini berarti segala yang kelihatan seperti sesuatu yang terbukti, padahal dalam kenyataannya tidak terbukti. Atau segala hal yang menurut hukum yang mungkin secara konkrit muncul, padahal tidak ada ketentuan untuk itu dan tidak ada dalam kenyataan itu sendiri. Putusan untuk menjatuhkan hukuman harus dilakukan dengan keyakinan, tanpa adanya keraguan. Sebuah hadis menerangkan "hindarkan hudud dalam keadaan ragu, lebih baik salah dalam membebaskan daripada salah dalam menghukum".
Seperti halnya kasus yang dicontohkan Abdul Qodir Audah dalam kasus pencurian, misalnya kecurigaan mengenai kepemilikan dalam pencurian harta bersama. Jika seorang mencuri sesuatu yang dia miliki bersama orang lain, hukuman hadd bagi pencuri menjadi tidak valid, karena dalam kasus harta itu tidak secara khusus dimiliki orang, tetapi melibatkan persangkaan adanya kepemilikan juga dari pelaku perbuatan itu.
Asas-asas mmuamalat
a. Asas taba,dulul mana'fi'
Asas taba,dulul mana'fi' berrti bahwa segala bentuk kegitan muamalat harus memberikan keuntungan dan manfaat bersama bagi pihak-pihak yang terlibat. Asas ini merupakan kelanjutan dari prinsip atta'awun sehingga asas ini bertujuan menciptakan kerjasama antar individu atau pihak-pihak dalam masyarakat dalam rangka saling memenuhi keperluanya masing-masing dalam rangka kesejahteraaan bersama.
b. Asas pemerataan
Asas pemerataan adalah penerapan prinsip keadilan dalam bidang muamalat yang menjhendaki agar harta tidak diuasai oleh segelintir orang sehingga harta itu harus terdistribusikan secara merata di antara masyarakat, baik kaya maupun miskin. Oleh karena itu dibuat hukum zakat, shodaqoh, infaq, dsb. Selain itu islam juga menghalalkan bentuk-bentuk pemindahan pemilikan harta dengan cara yang sah seperti jual beli, sewa menyewa dsb.
c. Asas suka sama suka
Asas ini menyatakan bahwa segala jenis bentuk muamalat antar individu atau antar pihak harus berdasarkan kerelaan masing-masing. Kerelaan disiini dapat berarti kerelaan melakukan suatu bentuk muamalat, maupun kerelaan dalam menerima atu menyerahkan harta yang dijadikan obyek perikatan dan bentuk muamalat lainya.
d. Asas adamul gurur
Asas adamul gurur berarti bahwa setiap bentuk muamalat tidak boleh ada gurur, yaitu tipu daya atau sesuatu yang menyebabkan salah satu pihak merasa dirugikan oleh pihak lainya sehingga mengakibatkan hilangnya unsur kerelaan salah satu pihak dalam melakukan suatu transaksi atau perikatan.
e. Asas al-birri wa al-taqwa
Asas ini menekankan bentuk muamalat yang termasuk dalam kategori suka sama suka ialah sepanjang bentuk muamlat dan pertukaran manfaat itu dalam rangka pelaksanaan saling menolong antar sesama manusia untuk al-birr wa taqwa, yakin kebajikan danm ketqwaan dalam berbagai bentuknya.
f. Asas musyarokah
Asas musyarakah, yakni kerjasama antar pihak yang saling menguntungkan bukan saja bagi pihak yang terlibat melainkan juga bagi keseluruhan masyarakat manusia.

Asas-asas kewarisan
a. Asas ijbari
Asas ijbari secara harfiah berarti memaksa. Unsur memaksa dalam hukum waris ini karena kaum muslimin terikat untuk taat kepada hukum allah sebagai konsekwensi logis dari pengakuannya kepada ke-Esaan Allah dan kerasulan muhammad.
b. Asas individual
Asas ini menyatakan bahwa harta warisan dapat dibagi-bagikan pada masing-masing ahli waris untuk dimiliki secara perorangan. Dalam pelaksanaanya seluruh harta warisan dinyatakan dalam nilai tertentu yang kemudian dibagikan kepada ahli waris yang berhak menerimanya menurut kadar bagian masing-masing.
c. Asas bilateral
Seseorang menerima hak kewarisan kedua belah pihak yaitu pihak kerabat keturunan laki-laki dan dari pihak perempuan.
d. Asas keadilan yang berimbang
Asas keadilan atau keseimbangan disni mengandung arti bahwa harus senantiasa terdapat keseimbangan antara hak dan kewajiban; antara hak yang diperoleh seseorang dengan kewajiban yang harus ditunaikanya. Dalam hukum kewarisan islam, harta peninggalan yang diterima ahli waris dari pewaris merupakan kelanjutan tanggung jawab pewaris terhadap keluarganya.
e. Asas akibat kematian
Kewarisan terjadi jikalau ada pihak yang meninggal dunia. Jika peralihan harta sebelum kematian, berarti bukan kewarisan.

Asas-asas hukum perkawinan
a. Asas kesukarelaan
Kesukarelaan berarti saling menerima baik kekurangan maupun kelebihan antara kedua calon. Kesukarelaan itu tidak harus terdpat diantara kedua calon suami isteri, tetapi juga diantara kedua orang tua kedua belah pihak. Kesukarelaan orang tua yang menjadi wali seorang wanita, merupakan sendi asasi perkawinan islam.
b. Asas persetujuan kedua belah pihak
Tidak boleh ada permaksaan dalam melangsungkan sebuah pernikahan. Persetujuan seorang gadis untuk dinikahkan dengan seorang pemuda,misalnya harus diminta dulu oleh wali atau orang tuanya.
c. Asas kebebasan memilih pasangan
Seorang laki-laki dan perwmpuan berhak untuk memilih calon pasangannya. Ketika terjadi suatu pemaksaan dalam sebuah pernikahan, ada pilihan untuk meneruskan pernikahan itu atau tidak.
d. Asas kemitraan suami isteri
Kedudukan seorang suami dan isteri dalam beberapa hal sama dan dalam hal lain berbeda; suami menjadi kepala keluarga, istri penanggung jwab masalah rumah tangga.
e. Untuk selama-lamanya.
Perkawinan dilaksanakan untuk melangsungkan keturunan dan membina cinta serta kasih sayang serlamanya. Oleh karena itu perkawinan mut'ah dilarang, karena tidam sesuai dengan tujuan pernikahan.
f. Monogami terbuka
Perkawinan di dalam islam bersifat monogami. Karena beberapa hal seorang suami dapat menikah lagi, atas persetuuan isterinya.

Kaidah-Kaidah Fiqh
Secara terminlogi kaidah berarti asas, pondasi, atau fondamen segala sesuatu. Secara terminologi dalah segala ketentuan-ketentuan umum yang bersifat tetap dan kully (menyeluruh) yang mencakup semua masalah-masalah partikular (juziyah)yang sumber hukumnya bisa diambil dari hukum kully tersebut.dengan menguasai kaidah fiqh maka kita kan mengetahui hakekat fiqh, dasar-dasar hukumnya, landasan pemikiran dan rahasia-rahasisa terdalamnya.
Contoh; (1) hukum berrputar di sekitar illatnya. Ada illat ada hukum, tidak illat tidak ada hukumnya. (2) hukum berubah karena perubahan waktu dan tempat (3) adat yang baik dapat dijadikan hukum. (4) orang yang menentut sesuatu hak atau menuduh seseorang melakukan sesuatu harus membuktikan hak atau tuduhanya. (5) tertuduh dapat mengingkari tuduhan yang ditunjukkan padanya dengan sumpah.

KESIMPULAN
Islam adalah agama yang universal yang mengatur segala perilaku masyarakatnya secara khusus, adapun asa hukum dalam hukum islam meliputi asas yang umum yakni asas keadilan, asa kepastian hukum, asas kemanfaatan.
Asas keadilan adalah asas yang paling pokok atau titik tolak, proses dan sasaran hukum islam. Asas kepastian hukum adalah hukuman tidak dapat dijatuhkan atas suatu perbuatan kecuali ada peraturan yang telah mengatur, asas kemanfaatan, dalam melakukan keadilan dan kepastian hukum hendaknya kelihat kemanfaatan bagi perlaku itu sendiri ataupun masyarakat lain.
Asas umim dalam islam diperinci dengan kekhususannya dalam bidang-bidamg tersendiri yaitu dalam bidang hukum pidana, bidang hukum muamalat, bidang hukum pernikahan.

DAFTAR PUSTAKA
 Ali, Daud, Hukum Islam , Jakarta; Raja Grafindo 1993
 Praja,Juhaya s, Fisafat Hokum Islam , Bandung; UIB 1995
 Hanafi, Ahmad, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta; Bulan Bintang, 2005
 Munajat,makrus Dekontruksi Hukum Pidana Islam , Sleman; Logung 2004
 Santoso,Topo Membumikan Hukum Pidana Islam Jakarta ; Gema Prees Insani 2003
 Muhammad abau zahrah, al jarimah wa iqob fi islami, www.al-islam.com
 Kaki Lima, Formulasi Nalar Fiqh, Kediri: Purna Siswa 2005 Lirboyo, 2005



PEMBAGIAN WILAYAH dan PENDUDUK MENURUT FUQAHA



                                                PEMBAHASAN

Pembagian Wilayah dan Penduduk Menurut Pendapat Fuqoha.

Ibnu Taimiyyah mengatakan, “Harus diketahui bahwa wilayah (perwalian atau pemerintahan) urusan manusia merupakan kewajiban agama yang paling besar. Bahkan tidak ada artinya penegakan agama dan dunia tanpa perwalian/pemerintahan ini. Kemaslahatan Bani Adam tidak akan berjalan secara sempuma kecuali dengan membentuk komunitas, karena sebagian di antara mereka pasti membutuhkan sebagian yang lain. Dalam komunitas itu dibutuhkan seorang pemimpin. Hingga beliau SAW bersabda, ‘Jika ada tiga orang yang bepergian dalam perjalanan, hendaklah mereka mengangkat salah seorang di antara mereka sebagai pemimpin.” (Lihat Kitab As-Siyasah Asy-Syar’iyyah)[1].



Berbicara masalah  Negara secara langsung maupun tidak kita telah membawa diri pada skop lapangan menyangkut organisasi terbesar yang menguasai beberapa wilayah dan mempunyai wewenang untuk mengatur masyarakatnya, tentu saja hal ini mempunyai proses yang telah dirumuskan. Dan diakui oleh dunia Internasional seperti yang dikatakan oleh Al-Mawardi, disamping wilayah, pemerintah, dan rakyat.

                        Dan Islampun mempunyai andil yang tidak kecil dalam pembentukan sistem ketatanegaraan sekarang, kenyataannya kita sudah mempunyai bekal yang diwariskan oleh Rasulullah, memang Al-Qur’an dan Hadits tidak banyak berbicara masalah ini, atau meninggalkan sistem yang baku, namun Islam telah meninggalkan asas-asas dasar yang bisa kita otak-atik sesuai masa dan kebutuhan masyarakat, mau diapakan dan di bawa kemana Negara itu adalah tanggung jawab bersama tentunya dengan persatuan dan dilegitimasi pemrintahan.

            Setelah pasca perang dunia pertama dan kedua timbullah Negara-negara yang ingin menjadikan Islam sebagai basis pemerintahan dengan pengadopsian hukum-hukum barat yang sebenarnya memakai asas Islam, alangkah malunya Islam tenggelam dalam dekapan negara-negara yang mayoritas penduduknya Islam namun ditegakkan setinggi-setingginya di dunia barat, mereka mengklaim seolah-olah itu adalah pemikiran mereka.

                        Lalu klasifikasi ini menurut pemakalah sebenarnya tidak ada, karena Islam menurut pemakalah meningkatkan asas dasar yang Universal dan tidak statis, semua bersatu dalam eksistensi nilai-nilai Islam yang diterapkan dalam semua tatanan kehidupan, yang diklasifikasikan itu hanyalah terletak pada jumlah dan keadaan penduduk yang beragama Islam atau tidak, seperti dipaparkan oleh Mujar Ibnu Syarif[2] dalam karyanya Hak-Hak Politik Minoritas, ia mengklasifikasikan Negara Islam itu dengan merujuk pada posisi warga Negaranya, yaitu terbagi pada Negara darul islam, Darul Harbi dan Dal-Al-Ahd atau Dal-Al Sulhi .



1. Darul Islam (Negara Islam).

            Kebanyakan para ulama mendefinisikan Darul Islam sebagai negara yang menerapkan hukum-hukum Islam dan diperintah oleh penguasa muslim

Imam Al Buijarimi As Syafi'i menyebutkan bahwa "darul Islam" adalah negeri yang ditempati kaum muslimin sekalipun di dalamnya ada orang Kafir Dzimmi (ahlu dzimmah), atau negeri yang dibebaskan dan ditundukkan oleh kaum muslimin, atau dulu pernah dihuni kaum muslimin kemudian dikuasai oleh kaum kafir (lihat Hasyiyah Al Buijarimi Juz 4 hal 220).

Imam Ibnul Qayyim berkata,” Mayoritas ulama mengatakan bahwa Daarul Islam adalah negara yang dikuasai oleh umat Islam dan hukum-hukum Islam diberlakukan di negeri tersebut. Bila hukum-hukum Islam tidak diberlakukan, negara tersebut bukanlah Daarul Islam, sekalipun negara tersebut berdampingan dengan sebuah Daarul Islam. Contohnya adalah Thaif, sekalipun letaknya sangat dekat dengan Makkah, namun dengan terjadinya fathu Makkah ; Thaif tidak berubah menjadi Daarul Islam.” [Ahkamu Ahli Dzimmah 1/366, Ibnu Qayyim, cet. Daarul Ilmi lil malayiin, 1983 M].

Dalam hal ini perlu dijernihkan perbedaan antara negara Islam (Darul Islam) dan negeri Islam (Balad Islami). Negeri Islam adalah negeri yang status tanahnya 'usyriyah maupun kharajiyah, baik pernah berada di dalam wilayah khilafah Islamiyah maupun hanya sekedar pemerintahan Islam belaka, alias sultan Islam yang belum bergabung dengan khilafah, seperti kesultanan Islam di Indonesia pada masa lalu. Sedangkan Negara Islam adalah negara yang sistem keamanan negara itu dijamin secara mandiri oleh kaum muslimin (tanpa campur tangan kekuatan militer dan politik asing) dan di dalamnya diterapkan hukum-hukum Islam.

Dari ketiga pendapat di atas tersimpul sikap yang sama yang harus diambil kaum muslimin yaitu, menjadikannya negeri yang harus dibebaskan dari kekuasaan belenggu kekufuran[3].

2. Darul Harb

Persoalan menjadi rumit setelah sejumlah negeri Islam dikuasai oleh orang-orang kafir dan terpaksa ditinggalkan oleh kaum muslimin --seperti Andalusia (Spanyol), Macedonia, Balkan,Yugoslavia, Palestina, India, dan lain-lain. Apakah negeri-negeri tersebut statusnya masih milik kaum muslimin ataukah tidak? Jika benar, sejauh mana kewajiban kaum muslimin mengambilnya kembali?

Mengenai hukum sebagian wilayah dunia Islam yang kehilangan kedaulatan Islam di sana, para fuqaha berbeda pendapat. Pertama, Muhammad Al Hasan dan Abu Yusuf menyebutkan bahwa negeri-negeri Islam yang kehilangan kedaulatan itu menjadi hilang sifat keislamannya dan tidak bisa dianggap sebagai bagian dari wilayah dunia Islam.

Kedua, menurut Abu Hanifah negeri tersebut berubah statusnya menjadi negeri yang harus diperangi (darul harb) jika memenuhi tiga syarat, yaitu: (1) sistem keamanan di negeri itu dikontrol oleh orang-orang kafir, (2) tampilnya hukum-hukum kufur diberlakukan di sana menggantikan posisi hukum Islam, dan (3) negeri itu telah bersambungan dengan negeri kufur dan susah dijangkau kaum muslimin. Ketiga, pendapat sebagian ulama madzhab Syafi'i bahwa negeri Islam yang telah dikuasai oleh orang-orang kafir tidak hilang sifatnya sebagai negeri Islam.

Para ulama tidak menjadikan syarat-syarat yang disebutkan oleh Imam Abu Hanifah sebagai standar penamaan sebuah Daarul Islam, bahkan kedua murid senior beliaupun, Qadhi Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan Asy Syaibani, turut menyelisihi pendapat beliau, sebagaimana disebutkan oleh Imam As Sarkhasi. Hal ini juga disebutkan oleh Imam ‘Alau-din Al Kasani, di mana beliau menyebutkan alasan kedua murid senior Imam Abu Hanifah dengan mengatakan,” Sesungguhnya setiap negara itu dinisbahkan kepada Islam atau kekafiran. Sebuah negara hanya dinisbahkan kepada Islam jika hukum-hukum yang diberlakukan di negara tersebut adalah hukum-hukum Islam. Sebaliknya[4],

3.Dal-Al-Ahd

Daarul ‘Ahdi yaitu negeri yang antara ia dengan negara Islam ada ikatan perjanjian (dengan syarat kompensasi yang diserahkan kepada negara Islam). Pengertian lain Darul ‘Ahd ialah negara non muslim yang mengikat perjanjian dengan Darul Islam bahwa mereka tidak akan memerangi Darul Islam dan akan membayar jizyah selama keamanan mereka dijamin oleh Darul Islam penjanjian damai atau perjanjian gencatan senjata sebagaimana Mekkah pada tempo antara masa Perjanjian Hudaybiyah sampai Fathu Makkah (6-8H). Dan tidak boleh melakukan perjanjian kepada kuffar untuk damai dan tidak melakukan peperangan melainkan atas dasar melihat kemaslahatan kaum muslimin seperti misalnya kaum muslimin lemah berdasarkan firman Allah Ta’ala : “janganlah kalian merasa lemah dan mengajak damai padahal kalianlah yang paling tinggi (QS Muhammad : 35)

Hal itu disebabkan Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan kita memerangi Kuffar hingga seluruh Diin hanyalah milik Allah dan Dia tidak mewajibkan kita untuk memberikan perdamaian atau perjanjian kepada mereka kecuali saat kita memerlukannya. Allah Ta’ala berfirman “maka bunuhlah orang -orang musyrik di mana saja kalian jumpai mereka (QS At-taubah :5). Dan Allah Ta’ala berfirman :  “Dan perangilah mereka hingga tidak ada lagi fitnah dan Diin seluruhnya milik Allah (QS Al-anfal 39)[5]



4.Dal-Al Sulhi

kata asalnya As-sulhi adalah perdamaian, maka Dar-Al Sulhi adalah Negara nonmuslim yang terikat perjanjian damai dengan Negara islam. dicontohkan ketika Rasulullah memimpin Madinah terjadilah traktat antara kaum Yahudi dan kaum muslimin yang dikenal dengan perjanjian Hudaibiyah dan perjanjian Aqabah

Negara Madinah merupakan realitas regional yang berwawasan internasional. Negara ini telah melampaui realitas zamannya, sebab penduduknya percaya bahwa mereka merupakan bagian dari mata rantai umat Islam sebelumnya yang dipimpin para Rasul. Secara psikis, Madinah pun telah melampaui realitas regionalnya, sebab penduduknya telah terlibat aktif dalam konflik internasional dengan Persia dan Romawi, khususnya dalam konflik ekonomi, politik, dan agama. Negara Madinah dengan kondisinya tersebut kemudian mengokohkan Dunia Arab dan seluruh umat manusia di sana sebagai basis dan alat integrasi. Hal itu dikarenakan Arab mempunyai misi samawi.

Terkadang muncul istilah istilah khusus tentang pembagian negara Islam secara parsial pada kitab-kitab Ulama seperti :

1. Daarul Baghyi yakni negeri yang mana sebuah kelompok bughat (pemberontak) atau khawarij menyendiri pada suatu wilayah di dalam negara Islam dan mereka independen menjalankan hukum-hukum di sana. kebalikan dari darul baghyi ini adalah Daarul Adl suatu negeri yang berada dibawah kekuasaan Imam kaum muslimin.

2. Daarul Fusqy yakni manakala kefasikan merata di suatu wilayah dalam negara Islam. Berkata Syaukani: “Ja’far bin Mubasy-syir serta sebagian kalangan Hadawiyah berpendapat akan wajibnya hijrah dari Daarul Fusqy (negeri penuh kefasikan) dengan menqiyaskan kepada negara kafir. Padahal ini merupakan qiyas dengan sesuatu yang berbeda. Maka yang benar adalah tidak wajibnya hijrah dari Daarul fusqy sebab ia tetap sebagai Negara Islam (Naiul Author 8/179)

Saya katakan: akan tetapi dianjurkan meninggalkan negeri yang banyak tersebar di dalamnya kemaksiatan sebagaimana pada hadits tentang pembunuh seratus orang. Dalam hadits tersebut, orang itu diberi tahu oleh orang alim tentang upaya yang membantunya untuk taubat adalah berpindah dari negerinya yang telah ia sifatkan sebagai negeri yang buruk dan supaya ia pergi ke negeri yang terdapat di sana orang-orang saleh yang bersama mereka ia dapat beribadah kepada Allah.

3. Daar Ahli Dzimmah yaitu negeri yang bukan Daarul ‘Ahdi atau Daarul Sulhi (negara yang mengikat perjanjian damai dengan Daulah Islamiyah) yang keduanya termasuk bagian dari negara kafir. Adapun Daar Ahli Dzimmah maka ia adalah negara Islam sebagaimana Khaibar setelah ditaklukkan kaum Muslimin pada masa Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam. Sifat Daar Ahli Dzimmah adalah sebagaimana yang dikatakan Muhammad bin Hasan Rahimahullah ;”Jika amir pasukan mengepung penduduk salah satu kota musuh lalu sebagian mereka menyatakan kami menyerah dan yang lain menyatakan kami menjadi ahli Dzimmah dan tetap berada ditempat tinggal kami. Jika kaum muslimin mampu menjadikan bersama mereka orang yang mampu memerangi Ahlul Harb yang ada pada mereka dan memberlakukan pada mereka hukum Islam maka amir tersebut harus melakukannya”. Berkata pensyarah Sarkhasyi : “Sebab memberlakukan hukum-hukum kaum muslimin di negeri mereka (Kafir) masih bisa dan negeri tersebut menjadi negeri kaum muslimin lewat pemberlakuan hukum-hukum kaum muslimin. Maka Imam menjadikannya sebagai negara Islam dan penduduknya sebagai ahlu Dzimmah, (Sair Kabiir 5/2196-2197). Demikian penjelasannya. Maksud penyebutan bagian - bagian ini adalah dalam rangka mengenalkan pada pelajar jika mereka mau membacanya pada kitab-kitab yang mu’tabar[6].

KLASIFIKASI WARGA NEGARA

                        Untuk ini telah dirumuskan tentang klasifikasi masyarakat yang hidup dalam suatu Negara, pendapat Mujar dalam hal ini menggolongkan pada warga Negara Muslim, Zimmy, Musta’min dan penggunaan istilah untuk nonmuslim itu sudah menjadi tidak relevan lagi untuk kehidupan yang plural sekarang ini karena ini mengedepankan asas persamaan, dan untuk menghilangkan diskriminasi.

                        Adapun menurut A. Rahman I doi ada tiga kategori nonmuslim

1. Kaum Zimmy yang mengakui Negara Islam atau terikat perjanjian

2. Kaum Zimmy yang ditaklukkan

3.Orang nonmuslim yang tinggal di Negara Islam dan menjadi warga Negara

4.Orang nonmuslim yang tinggaldi Negara Islam untuk sementara

5.Penduduk asing yang memilih dengan suka rela hidup diwilayah Negara Islam

Melihat hal ini kiat yang berbicara masalah perdamaian dan kerukunan antar umat beragama, nonmuslim yang hidup bukan sebagai parasit yang merugikan atau tidak bermaksud untuk memerangi kaum muslim, maka dalam hal ini umat Islam wajib berlaku naik dan adil terhadap orang nonmuslim seperti yang dicontohkan Rasul dalam perjanjian Hudaibiyah dan piagam Madinah, yang mana pada piagam Madinah itu dibuat bukan hanya untuk memperhatikan kepentingan dan kemaslahatan masyarakat muslim saja, melainkan juga memperhatikan kemaslahatan masyarakat nonmuslim, piagam itu menjadi tujuan utama beliau untuk mempersatukan penduduk madinah secara integral yang terdiri dari unsur-unsur heterogen, yang menjamin hak kelompok sosial dengan memperoleh persamaan dalam masalah-masalah umum sosial dan politik sehingga ia dapat diterima oleh semua pihak termasuk kaum Yahudi[7].



DAFTAR PUSTAKA



Mujar Ibnu Syarif, Hak-Hak Politik Minoritas Dalam Komunitas Islam

Jakrta : Angkasa Bandung, 2003



Suyuti pulungan yang mengutip pandapat Hasan Ibrahim Hasan dalam karyanya, Prinsip-prinsip Pemerintahan Dalam Piagam Madinah Ditinjau Dari Pandangan Al qursosialan, Jakarta : Grafindo persada, 1994

Oleh:
Very Nur Septian         C31206011





[1] http://langitan.net/?p=126

[2] Mujar Ibnu Syarif, Hak-Hak Politik Minoritas Dalam Komunitas Islam
(Jakrta : Angkasa Bandung, 2003), hal 33

[3] http://www.angelfire.com/de/assalam/assalam040.html

[4] http://abahzacky.wordpress.com/2007/08/02/antara-negara-islam-dan-negara-kufur

[5] http://abahzacky.wordpress.com/2007/08/02/antara-negara-islam-dan-negara-kufur


[7] Suyuti pulungan yang mengutip pandapat Hasan Ibrahim Hasan dalam karyanya, Prinsip-prinsip Pemerintahan Dalam Piagam Madinah Ditinjau Dari Pandangan Al qursosialan, (Jakarta : Grafindo persada, 1994) ops, cit 97









Jumat, 04 Maret 2011

Making Technique TOR (Terms Of Reference)

Making Technique TOR (Terms Of Reference)
UNDERSTANDING TOR (Terms Of Reference) is planning coverage or commonly known as an outline, or assignment sheet. Its presence is important for the media, both print and electronic to present the news. Because with the TOR, the news will be focused, in-depth and complete. Not just preaching, shallow, or are passive. Furthermore, this TOR could affect the rapid advance media. In summary, TOR is a general guide for the entire work editorship. FUNCTION TOR function is vital. To determine the theme of the coverage, to formulate the problem and then seek answers to permasalan through specified sources, as well as completing the task of reporting on time. TOR is essential for covering, he will quickly understand what he would do even though he did not follow the editorial meeting. In addition, TOR has become a kind of responsibility or accountability records and proof of transparency for the whole team coverage. This means that everyone involved in this planned coverage-covering in the field, writers and editors-can assess their performance with reference to the TOR. At the same time the coverage was able to finish within the allotted time. TERMS TOR Then how do I make a good TOR?. TOR is both clear and detailed. The better the TOR will undoubtedly be so easy workmanship coverage. Therefore, some say half the work has been completed if the TOR was good. Once again keep in mind that the TOR are general guidelines. It's wrong if the coverage is conditioned sedemian a way that according to the TOR. What are the terms of the TOR? Can vary, depending on the style of the maker. But as a general picture of how many things that need to be covered in it, among others: 1.Topik Coverage is a major theme. Issued as a title of the TOR. As the headline news straight, should brief, dense and reflects the core problem. 2.Latar problem Expose the core problem. What are rigging the problem and how they interrelate. Should not have a long-winded. By reading the background of these issues are expected anyone involved in work on coverage-including those who do not follow the editorial planning meetings-will quickly understand the essence of the problem. 3. News angle (angle) Certainly a lot of problems, while the designation news (lots of pages in print, or the duration or period of use the TV or radio broadcast) is limited. Because of that presentation should be limited. Also for the process be focused. Of the many problems, we select an angle. Basic selection can be based urgensitas, exclusiveness, the context of the times or servings priority (typical) media. 4.Pembagian writing / story / story News terancana usually be done in particular. This means that there are allocations of resources and time are extra. Unlike straight news or news of other surfaces. Because of that meal is usually very long. Examples are easy to imagine the President or Laposan Special Report magazine. Main Report (Laput) or Primary Coverage (Liput) common to 12 following pages of photos and graphics. So consists of a number of item writing / story / story related. Writing / story / story in the form of a summary of the main problems. While other parts of the translation (break-down) from the main. Every article / story / story of this support should be focused so as not to overlap with the other-tidih. 5.Narasumber Every article / story / story takes its own sources. But so could a be a resource in some writings / stories as well. No problem if it occurs. Basic selection of speakers is competence. The more relevant a person in trouble, the more precise he was made speaker. Thus the perpetrator-victim is a top priority. Eyewitnesses second priority. The observer should be used if needed to explain the things that are too technical course. 6.Daftar question In accordance with the competence of a resource. Dig up as much information as possible. Can also to test the information that we get. The most minimal is to obtain a direct quote. In the TOR, the better question would be getting better because more focus. The interviewer simply asked questions are relevant. But no record. In open interviews revealed the possibility of interesting new things. Something incomprehensible to the creator TOR. Therefore, the interviewer should always be asked to develop questions. Listed general guidelines only. 7.Observasi field Good reportage is living. There are depictions for the audience as soon as possible to capture the atmosphere. Media that use audio-visual, ie TV, instantly able to describe the atmosphere. Impressions they live images complete with sound. That uses audio, namely radio, need a longer time. His voice must fit well to its context can be captured listeners. Which takes the longest time in the description of the atmosphere is the print media. To get a description, picture and good sound would need to observation. 8.Rancangan photo / voice / image Photos need to print media. Sound for radio and TV, while the picture for TV. In the context of journalism, photos, sounds and images is information. Since the beginning of photographs, sound or picture needs to be planned. The goal for synchronous view or narrative writing. Photos, sound or image should be a life (talking), not a passport photo or mejeng. Engineering should be avoided. Engineering for the purposes of illustration but may be referred to as clear. Graphic 9.Rancangan required when associated with data in the form of statistics, as well as the location and the sequence of events. An event, eg pileup on the highway, we could tell with words. Possible dish like this would not necessarily be a long and easy to understand audiences. With Infographics similar incidents can we describe explicitly. Since the initial presentation of graphics, if it exists, we need to plan for data and the graphics researcher could prepare it early. 10.Riset data Posts will be dry and less convincing if the data is minimal. Because it is written supporting data shall be prepared from the outset. The form can be clipping newspapers and magazines, books or special publications. This material could be our message to the data in the library. If not, we look for yourself. Should the reporter who will interview the informant should also remind us to look for relevant data, if there will be a very good document, owned resource persons who can be borrowed or duplicated. 11.Tenggat time (deadline). The execution of the coverage of course there are time limits. This must be called clearly in the TOR so that all involved in work to know. Whose name is the deadline must be obeyed. If not, schedule the next job could be disrupted or even fall apart. -------------- Technical Reporting Reporting can be defined as the process of collecting data used for writing the work jusnalistik. The object of collecting data may be humans, living beings other than humans, books, historic sites, and so forth. A reporter called the interview if the object is a human reporting. What is the interview with the reportage? The answer is no. Reportage has a scope far wider than the interview, while the interview is one type of reporting techniques. Interviews are interviews with someone to get the information or opinions about a case or issue. Interviews are often associated with journalistic work for a broadcast news writing in the mass media. In this context, the interview is the process of finding data in the form of opinions / views / observations of someone who would be used as one of journalistic writing. From the interviews, a news obtained and reported to the public. For that, the interview a little more influence a quality news. Because interviews are needed to get information, facts, data, affirmation and a variety of other types of information. Uses interviews can to ensure a truth, clarify, to recheck, or realign the various information obtained. Type of interview 1. News interview the interview in order to obtain information and news from sources that have credibility or reputation in his field. 2. Casual interview, also called sudden interview. This is the kind of interviews conducted without any preparation / planning earlier. 3. Man in the street interview Aim to find out the general opinion of society towards the issue or issues raised about the subject of news. 4. Personality interviews, the interview is conducted on public figures of the famous, or it could be against those who are considered to have nature / habit / unique achievement, which is attractive to be appointed as news material. Interview Preparation Simply put there are at least two stages to prepare for interviews; 1. Stages Biographical Stages to collect about the name, residence, other public data to the resource. 2. Stages of non Biographical. Collecting information about the subjects, such as those associated with the lives of other than biographical. Model Interviews Direct interview (Face-to-face). Usually made of electronic media, especially television. Interviews are not direct (Telephone and Written). Bias conducted electronic and print media. Points to Look For in Interviewing For job interviews we can succeed, it should be noted these things - among others - as follows: 1. preparation. Preparation involves an interview outline, mastery of the interview, the introduction of the nature / character / habits of people who want us to interview, and so forth. 2. Obey the rules of conduct ode dank. Manners, the kind of clothing worn, the introduction of the norms / local ethics, are the things that also need attention so that we can adapt to the environment in which the implementation of the interview. 3. Do not argue with resource persons. Duties an interviewer is looking for lots of information from a resource, not a discussion. If you do not agree with his opinion, leave it alone. Do not argue. If should be debated, to convey the tone asked, aka do not be impressed denied. A good example: "But if something like that is not harmful to the growth of democratic climate itself, sir?" Better example again: "But according to Mr. X, things like that was dangerous for the growing climate of democracy itself. What is your opinion? " Examples are not good: "But it can not be harmful to the growth of democratic climate itself, sir?" 4. Avoid asking questions of a general nature Get used to ask specific things. This will be helpful to focus your answer resource. As asks age, avocation, etc. (because it should have known earlier) 5. to the point. In addition to saving time, it is also intended to make no confusion digesting sources greeting the interviewer. 6. Avoid repeated questions. This can be detrimental to our own, because the resource is usually tend to answer only the last question he heard. 7. follow the character of the resource persons. For quiet sources, the interviewer should be able to cast the expressions anglers who make the resource "open mouth". As for the resource persons who hooked the way, the interviewer should be able to steer the conversation for the resource persons to speak only on matters relating to the interview material. 8. Establish personal relationships with resource persons By way of utilizing the available free time before and after the interview. Both sides can talk about things that are personal, or other things that are useful for familiarizing themselves. This will greatly assist the interview process itself, and also for good relations with resource persons in times to come. 

9. Impartial Sources If we are interviewing a man who has a particular opponent or enemy, act as if we are his side, although they are not. As the saying goes, "Do not talk about the cat in front of a dog lover." 
By M Yunan Muzakki Presented at Basic Journalism Training LPM Arrisalah, December 11, 2009.